SAYA LUPA, SAYA DIINGATKAN, DAN SAYA BERGERAK.
Salam dan Bahagia
Perkenalkan, saya Nyoman Sri Darmayanti, seorang guru IPA di SMP Negeri Satu Atap yang berada di daerah Sangkan Gunung, sebuah wilayah perbukitan di daerah Karangasem, Provinsi Bali. Berikut ini adalah video karya saya tentang simpulan dan refleksi setelah saya membaca modul Filosofi Ki Hajar Dewantara.
Video Sintesis dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Sebelum saya belajar konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, saya merasa bahwa anak didik saya adalah obyek, yang harus disuapi di setiap gerak-gerik belajarnya di sekolah. Saya beranggapan bahwa anak didik saya di sekolah adalah kertas kosong dimana saya sibuk menulisi kertas tesebut supaya indah. Saya sangat jengkel jika ada anak yang malas belajar, tidak memperhatikan guru mengajar di kelas, dan tidak mengumpulkan tugas. Saya menyimpulkan anak-anak tersebut tidak memiliki ketertarikan untuk belajar dalam pembelajaran saya. Saya merasa mereka adalah anak-anak yang malas sehingga tidak memiliki niat belajar.
Selama ini pengajaran yang saya lakukan hanya menuntut perkembangan kognitif anak, saya sebagai guru harus diikuti kehendaknya oleh sang anak dalam belajar. Selama ini saya merencanakan program pembelajaran atas kreasi dan pertimbangan saya sendiri. Anak hanya saya jadikan obyek, bukan subyek belajar. Saya belum bertanya kepada peserta didik saya "Apa yang kalian harapkan dari pembelajaran IPA di kelas saya?", Hal yang lain yang terlewati adalah pertanyaan "Bagaimana gaya belajar yang ingin kalian dapatkan dari saya sebagai penuntun di kelas ini?"
*Klik Gambar Supaya Lebih Jelas
Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah belajar Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara? Berikut ini catatan kecil perubahan konsep pengajaran yang saya akan lakukan.
Pertama, Proses pembelajaran di kelas saya berlandaskan sistem "Among". Pembelajaran yang dilakukan di kelas bertujuan untuk mendidik anak sebagai subyek bukan obyek (anak adalah pusat pendidikan). Anak adalah kertas yang samar-samar telah terisi coretan-coretan, tugas pendidik hanya menebalkan tulisan tersebut.
Pendidik ibarat petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi gulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin.
*Klik Gambar Supaya Lebih Jelas
Kedua, sistem Merdeka Belajar dimana pembelajaran yang dilakukan pendidik hendaknya menciptakan kesenangan (neng), keheningan (ning), ketenangan (nang), dan renungan (nung). Pendidik sebagai Tut Wuri Handayani berperan dalam menuntun, mengasuh, membimbing anak sesuai kodratnya agar jiwanya merdeka lahir dan bathin. Kemerdekaan yang dimaksud adalah kemerdekaan yang dibarengi dengan nilai-nilai kearifan lokal untuk menjalankan ketertiban dalam hidup bersama. Dalam pembelajaran di kelas, pendidik memberikan kebebasan pada anak dalam memilih gaya belajar yang mereka sukai dari yang tadinya hanya menuruti instruksi.
Pendidik harus “Luas dan luwes”. Luas
berarti memberikan kesempatan yang selebar-lebarnya kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi-potensi dirinya seoptimal mungkin, sementara luwes berarti
tidak kaku dalam pelaksanaan metode dan strategi pendidikan.
*Klik Gambar Supaya Lebih Jelas
Ketiga, Belajar dengan Dolanan. Pengajaran yang dilakukan di sekolah diselipi dengan mengembangkan garis kodrat anak, yaitu anak menyukai permainan. Jadi pembelajaran harus diselipi dengan dolanan anak sesuai dengan budaya setempat dan simulasi seperti permainan meong-meong, bermain congklak, atau megala-gala.
*Klik Gambar Supaya Lebih Jelas
Keempat, Integrasi budaya lokal dalam pembelajaran. Supaya tidak sulit memahami materi, contoh-contoh diusahakan mencari yang kontekstual atau dekat dengan kehidupan nyata peserta didik. Menurut Ki Hadjar Dewantara,
kebudayaan itu tidak pernah mempunyai bentuk yang abadi, tetapi terus-menerus
berganti-ganti wujudnya; ini disebabkan karena berganti-gantinya alam dan zaman. Dalam berbagai kegiatan di sekolah tentunya tak lepas dari kegiatan pengembangan aspek budaya lokal.
Di bawah ini adalah beberapa kegiatan pengintegrasian budaya lokal dalam kegiatan sekolah yang penah saya laksanakan.
Kelima, Penciptaan Budi Pekerti dimulai dari pendidik memberikan contoh yang positif (Ing Ngarsa sung tulada). Memberikan ide atau semangat (Ing Madya Mangun Karsa), dan memberikan dorongan dari belakang (Tut Wuri Handayani). Hal ini sesuai dengan Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara.
*Klik Gambar Supaya Lebih Jelas Penciptaan budi pekerti sejalan dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa harus dimulai sedini mungkin bagi seluruh anak bangsa. Pemikiran Ki Hadjar yang menarik bagi Pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia adalah Wirama yaitu sifat tertib serta hidupnya laku yang indah sehingga dapat memberi rasa senang dan bahagia. Wirama itu tidak lepas dari kodrat alam seperti keteraturan alam, keindahan alam, sifat alami alam yang ritmik. Apa yang bisa saya lakukan untuk mewujudkan perubahan tersebut? Di bawah ini tertuang hal-hal yang bisa saya kerjakan sesegera mungkin untuk mewujudkan perubahan mereka belajar yang saya impikan.
|
Profil Pelajar Pancasila yang saya angkat dalam diskusi kelompok adalah Gotong royong.
lengkap benar, keren. maju terus
BalasHapusTrims
HapusMaju terus Bu, saya mau belajar lebih banyak tapi kemampuan terbatas usia sudah condong ke barat, bagaimana caranya bu
BalasHapusPasti bisa pak belajar dari tutorial youtube. Atau minta tolong teman membagi ilmu. Mudah pak ini.
HapusKerenn bu..sharing ilmu nggih nanti
BalasHapusSiaaaapp
Hapus